Bagian 1
Belajar mandiri memang berat, tapi itu yang akan
membentuk kedewasaanmu.
Pukul 14.30 pesawat Lion Air asal dari bandara Juanda
Surabaya mendarat di bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Para penumpang sibuk
untuk keluar. Terlihat seorang cewek rambutnya pendek sebahu, ia ikat setengah,
ia memakai jaket hitam, jeans panjang berwarna putih, jam tangan bentuk bintang
berwana hitam melingkar di lengannya, berjalan menarik koper dan membawa tas
ransel di punggungnya.
Saat itu banyak sanak atau keluarga yang menjemput penumpang-penumpang
lain. Yuki melihat sekelilingnya tak ada tanda-tanda orang akan menjemputnya.
Ia pun duduk di kursi tunggu. Lalu ia mengambil HP-nya (HP = handphone)
dari kantong celananya. Karena bosan, Yuki bermain game onet di HP-nya. Setelah beberapa menit,
tiba-tiba seorang bapak berumur 38 tahun, mengenakan baju kemeja coklat dan
celana kain hitam berlarian melihat sekeliling seperti mencari seseorang. Ia
melihat suasana bandara mulai sepi. Bapak itu segera berlari ke ruang
informasi.
“Ting..tung..”
Saat Yuki asyik bermain game, tiba-tiba suara informasi bandara
mengagetkannya.
“Attention. For passenger what
do named Yuki Kobayashi pleases to come to information room. Since someone is
waiting you. Thank you.”
“Ting..tung.. Perhatian. Bagi penumpang yang bernama Yuki Kobayashi
silahkan datang ke ruang informasi. Karena seseorang sedang menunggu anda.
Terima kasih,”
Yuki pun segera menyimpan HP-nya
di saku jaketnya. Ia segera berjalan kearah ruang informasi. Lalu disana ia
melihat bapak-bapak yang ia lihat tadi.
“Yuki ?” Tanya Bapak itu.
“Iya,” kata Yuki sambil memandang heran.
“Maaf terlambat menjemput. Saya
Ridho, utusannya Bu Sila untuk menjemput kamu. Mari ikut saya..”
Yuki dengan tenang mengikuti Pak Ridho itu keluar bandara. Lalu mereka pun
masuk ke sebuah mobil. Kemudian mobil
itu berjalan dengan pelan. Diperjalanan Yuki hanya diam dan bermain game.
Pukul 15.30 Yuki sampai di sebuah rumah biasa, tidak mewah. Rumah itu
sengaja di sewa oleh ibunya untuk dia. Saat keluar dari mobil, dia hanya
menatap rumah itu dengan wajah sedih. Entah apa yang di pikirkannya. Setelah
koper Yuki di keluarkan dari mobil, Pak Ridho itu pamit pulang.
“Saya pamit pulang dulu ya.” Kata Pak Ridho.
“Iya pak, terima kasih.”
Kemudian mobil itu pergi. Yuki pun masuk kedalam rumah itu. Ia menyalakan
lampu dan melihat sekeliling ruangan. Ia memperhatikan suasana rumah yang
sederhana dengan perabot yang masih di tutup kain. Ia membuka kain yang
menutupi kursi. Lalu ia membuka semua kain yang metupi prabot itu sehingga
banyak debu yang berterbangan. Yuki terbatuk-batuk sebentar. Lalu ia pun
memasuki ruangan kamar, hanya ada lemari dan tempat tidur tanpa kasur. Ia pun
membuka jendela. Cahaya matahari sore itu masuk ke dalam ruangan kamar. Lalu ia
kembali berjalan melihat seisi rumah. Setelah itu ia berbaring di kursi ruang
tamu karena kelelahan.
Pukul 18.05, Yuki terbangun karena di kagetkan adzan magrib yang sedang
kumandangkan dari masjid terdekat. Ia pun dengan cepat bangun dan berlari
mengambil dompetnya di tasnya yang berada di kamar. Lalu ia berlari keluar mencari
warung terdekat, lalu ia membeli peralatan mandi. Setelah itu ia mandi dan
shalat. Setelah shalat ia membaca Al-Qur’an dan dilanjutkan dengan shalat isya’.
Setelah isya’, Yuki mengambil tas ranselnya dan keluar ke jalan raya. Ia
memanggil taksi. Ia pergi ke sebuah restaurant. Saat itu ia sangat lapar. Ia
hanya makan sendirian. Setelah itu ia pergi ke toko-toko untuk membeli
peralatan rumah yang belum ia miliki, seperti kasur, bantal, guling, lemari
kecil untuk barang pentingnya, peralatan dan ia pergi ke super market untuk
membeli banyak sayuran.
Setelah selesai belanja, barang yang telah ia beli, ia bawa pulang dengan
menyewa mobil untuk membawakannya. Tak lama ia sampai dirumah. Setelah semua
barang selesai di masukkan, Yuki membayar orang yang menyewakan mobil dan
tenaganya untuk barang Yuki. Yuki pun masuk ke kamarnya dan membiarkan
barang-barang berserakkan. Karena cape ia hanya
mengatur tempat tidurnya.
Pagi hari, alarm HP berbunyi.
Yuki masih merasakan lelah, ia malas bangun. Tapi ia ingat akan barang-barang
yang ia belum bereskan. Ia pun segera bangun dan membuka jendela pagi itu. Ia
menatap kearah matahari, matanya sedikit ia sipitkan karena silau terkena sinar
matahari. Ia pun segera ke kamar mandi untuk menggosok gigi. Lalu ia mencuci
muka. Setelah selesai ia melihat dirinya di depan cermin.
“Yuki, belajar mandiri memang berat, tapi itu yang akan membentuk
kedewasaanmu. Fighting Yuki-chan..”
Yuki tersenyum dan ia pun bergergas ke ruang tamu. Ia menyemangati dirinya
sendiri yang sebenarnya malas melakukan hal yang namanya beres-beres. Tapi
siapa lagi yang akan melakukannya kalau bukan dia sendiri.
Yuki pun mulai membereskan satu persatu barang-barangnya dengan semangat.
Ia memutar music di HP-nya sebagai
penyemangatnya. Tiba-tiba perutnya berbunyi. Ia mengerti itu adalah tanda
lapar. Yuki pun pergi ke dapur dan membuka kulkas yang telah ia rapikan dengan
berbagai sayuran dan makanan instan. Saat ia melihat sayuran ia menelan ludah.
“Lihat sayuran ini.. aku jadi pusing. Aku kan nggak tahu masak !!”
Wajah Yuki menjadi lesu. Ia melihat sebuah ikan kaleng. Wajahnya menjadi
ceria. Sebelumnya ia mencuci beras, lalu memasaknya di ricecooker, lalu ia
memanaskan ikan kaleng. Kemudian ia duduk menunggu nasi matang sambil istirahat
bermain onet di HPnya. Tak lama nasi
matang, ia pun segera makan. Kasihan..
yang lagi kelaparan. Setelah selesai makan, ia mencuci piring dan kembali
bekerja. Yuki, meskipun malas melakukan pekerjaan, tapi dia paling tidak suka
melihat sesuatu yang kotor dan berantakan.
Pekerjaannya selesai di sore hari. Setelah itu ia mandi dan malam harinya
Yuki langsung tidur karena kelelahan. Ia tidur sampai besok bangun kesiangan.
Satu hari ia hanya di rumah. Ia mencari resep-resep masakkan. Ia juga berharap
mamanya menelfon, tapi harapannya tak terkabulkan. Saat sedang mencari resep
masakan, ia juga melihat peta Jakarta. Ia juga melihat jarak antara rumahnya
dengan sekolah yang hendak ia sekolahi. Ia memutuskan untuk mencoba berjalan
dari rumahnya ke sekolah.
Setelah Isya, Yuki kembali keluar dengan tas ranselnya. Ia berjalan sambil
melihat peta. Jalanan begitu ramai, tapi ia tetap serius melihat peta. Setelah
20 menit ia sampai.
“Aduuuh.. ternyata cape juga. Kelihatan deket, tapi ternyata jauh juga..”
kata Yuki.
Ia pun duduk di depan sekolah itu.
“Terus.. tiap hari, aku jalan gitu ?”
Wajah Yuki menjadi murung dan cemas. Tiba-tiba sebuah sms masuk dari
mamanya.
Mama udah transfer lagi uangnya dan udah mama isi
kartu kredit kamu.
From : Mama
Wajah murung Yuki menjadi cerah. Ia pun langsung memanggil sebuah taksi. Ia
hendak pergi ke toko sepeda. Setelah sampai, ia pun masuk dan melihat-lihat
sepeda yang terpajang. Tiba-tiba ia bertabrakan dengan seorang cowok, memakai
jeans panjang dengan kaos oblongnya berwarna putih, rambutnya di sisir seperti
personil band, namanya Gilang.
“Sorry yaa..” Kata Gilang.
“Iya, nggak apa-apa.” Kata Yuki.
“Mau nyari sepeda yang keren ?” Tanya Gilang.
“Mmmm..”
“Sini, ikut gue,” kata Gilang.
Mereka berdua menuju tempat sepeda terpopuler sekarang. Yuki kagum
melihatnya, ia langsung mendekat ke sebuah sepeda berwarna biru. Ia tak menghiraukan
Gilang, dan tertuju kepada sepeda. Gilang tersenyum kecil. HPnya pun berbunyi.
“Halo, ooh iya, gue bentar lagi balik kok,”
Gilang pun mematikan telfon. Kemudian ia melihat ke arah Yuki. Yuki tetap
serius melihat sepedanya. Ia pun tersenyum dan pergi. Tak lama Yuki memanggil
karyawan toko itu.
“Mbak, saya mau ambil yang ini,” kata Yuki.
Ia pun pergi ke tempat pembayaran. Ia mengeluarkan kartu kredit lalu
membayarnya. Setelah itu ia pulang dan beristirahat untuk persiapan MOS besok.
Pukul 21.00, Gilang baru pulang dari sebuah Caffe bersama bandnya. Nama bandnya Hunter. Band Hunter
adalah band satu-satunya di SMK Jaya Bhakti, tempat sekolah Gilang. Hunter artinya pemburu, mereka adalah
pemburu ketenaran. Adapun personil Hunter
yaitu, Rio (Vokalis), Yogi (Gitaris), Arul (Bass), dan Gilang (Drumer).
Gilang sebenarnya multi talent. Ia bisa menggunakan semua alat musik. Setelah
selesai bekerja di caffe, mereka pun pulang.
“Bro, gue cabut dulu ya,” kata Gilang.
“Ya, hati-hati dijalan.. Kalo
lihat cewek baju putih melambaikan tangan jangan berhenti ya,” kata Rio.
“Iya,iya.. Tenang. Gue nggak bakal berhenti. Entar loe kira gue gebet bini loe lagi,”
kata Gilang
“Sialan loe,”
Gilang tertawa kecil dan langsung men-start mobilnya lalu pergi. Saat di
perjalanan, HP Gilang bergetar tanpa suara. Dan itu panggilan dari nomor baru.
Tapi Gilang tak menghiraukannya. Setelah telfon mati, ternyata sudah 44
panggilan tak terjawab di HPnya dan
24 sms masuk.
Tak lama ia sampai di rumahnya. Ia melihat sebuah mobil berwarna pink
terparkir di depan rumahnya. Wajah Gilang menjadi sangat sebal. Ia pun segera
memasukkan mobilnya dan masuk rumah. Saat masuk rumah ia melihat, seorang cewek
cantik dengan rambut blow terurai, memakai dress pendek, dan terlihat stylist
sedang bercerita dengan mama Gilang. Cewek itu namanya Vini.
Gilang hanya melihatnya sebentar, lalu tak menghiraukan dan terus menaiki
tangga.
“Gilang !” Teriak mama Gilang.
Gilang pun langsung berbalik menuruni tangga dan menghampiri mereka.
“Loe, ikut gue,” kata Gilang kepada Vini.
Gilang pun keluar dan diikuti oleh Vini.
“Kenapa loe nggak angkat telfon gue ?” Tanya Vini dengan sedikit
membentak.
“Itu nggak penting. Kita putus aja,” kata Gilang.
“Apa ? Loe keterlaluan banget ya Gilang. Selama ini gue sudah berusaha untuk nyayangin loe, ngelakuin apa aja demi loe, tapi loe mutusin gue kaya gini
? Kaya gue nggak pernah loe hargain.
Apa sih yang kurang dari gue, apa
belum cukup semua yang gue lakuin ? Gue..”
“Cukup,” kata Gilang memutus perkataan Vini. “Loe dengerin baik-baik ya, pernah nggak gue nyuruh loe ngelakuin banyak hal untuk gue ? pernah gue nyuruh loe untuk
nyayangin gue ? Loe tau nggak sih, yang loe
lakuin itu malah bikin hidup gue
tambah kacau. Mending, loe nyerah aja
deh. Gue nggak bisa terus nyakitin loe,
dan nggak bisa terus-terusan loe
ganggu.” Kata Gilang dengan emosi.
Vini mulai meneteskan air mata. Lalu ia pergi. Gilang pun langsung masuk
dan bertemu mamanya.
“Vini mana lang ?” Tanya mamanya.
“Udah pulang,” kata Gilang.
Mamanya memaklumi hubungan Gilang dan Vini yang tak pernah akur. Gilang pun
masuk ke kamarnya dan bermain PS sampai larut. Ia seperti melampiaskan
emosinya.
Vini adalah pacarnya, yang baru saja putus. Vini termasuk siswi terpopuler
di SMAnya, karena kemampuan dance-nya yang keren.
Tapi, selama pacaran waktu Gilang habis hanya karena Vini. Vini selalu
mengajaknya jalan-jalan. Setiap Gilang ingin melakukan sesuatu, Vini selalu
melarangnya. Saat ia latihan pun, di batasi waktunya. Ia juga di larang kerja
di Caffe. Gilang sangat tertekan bila berpacaran dengan Vini. Vini selalu egois
tak memikirkan perasaannya.
Pagi hari, hari pertama MOS di SMA Harapan. Yuki sudah bersiap dan ia
mengenakan celana kain panjang berwarna
hitam dan baju berwarna putih. Rambutnya di kuncir 2 dengan pita berwarna biru.
Ia menaiki sepedanya, ia mengayuh dengan cepat.Saat di perjalanan, Gilang
membawa motor melaju dan mendekati Yuki. Gilang memberinya semangat dengan
senyumannya. Yuki melihatnya sekilas, karena ia serius dengan jalannya.